Persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan Terhadap Bank Syariah
A.
Latar
Belakang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering di sebut
sebagai salah satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan
karena UMKM mempunyai fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap
kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala
besar.[1]
UMKM di Indonesia yang terdiri dari berbagai sektor usaha turut memberikan
kontribusi yang besar dalam penerimaan PDB. Selain itu, UMKM juga memiliki
beberapa keunggulan diantaranya mampu mengangkat perekonomian rakyat sehingga
dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan mampu
menyerap tenaga kerja.
Badan
Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja.
Usaha yang memiliki 1-4 orang tenaga kerja dikelompokkan sebagai usaha mikro,
5-19 orang tenaga kerja sebagai usaha kecil, 20-99 orang tenaga kerja sebagai
usaha menengah dan bila mencapai 100 orang tenaga kerja atau lebih digolongkan
sebagai usaha besar.[2]
Definisi
UMKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut
Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UMKM), bahwa
yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah
entitas usaha yang mempunyai dan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki
penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Meskipun data statistik menyebutkan bahwa jumlah UMKM di
Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun, namun UMKM memiliki 4
permasalahan utama yang dapat menghambat perkembangannya. Keempat permasalahan
tersebut adalah: pertama, kurangnya pengetahuan tentang teknologi produksi dan
pengendalian mutu, kedua, kurangnya kemampuan pemasaran, ketiga, kurangnya pengetahuan manajemen
dan terakhir, kurangnya akses ke pendanaan secara formal. Persoalan pembiayaan UMKM yang
berlaku di bank
konvensional selama ini adalah relatif tingginya tingkat suku bunga yang
dibebankan serta penyerapan kredit UMKM yang belum maksimal. Salah satu
alternatif terhadap persoalan diatas adalah pola pembiayaan UMKM dengan pola
syariah.[3]
Ekonomi
Islam berkembang dengan adanya lembaga keuangan Islam, ada bank dan non bank
misinya mengerakan sektor riil. Salah satu jalan yang dipakai untuk
melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah dengan diberikannya kesempatan bagi
pengelola bank dan masyarakat untuk melaksanakan sistem perbankan berdasarkan
syariat Islam, yaitu sistem perbankan syariah. Sistem perbankan syariah
merupakan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi perbankan konvensional yang
dijalankan selama ini.
Kurangnya
akses pembiayaan merupakan hambatan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan
UMKM karena lembaga keuangan formal atau komersial ragu untuk mengucurkan
pinjaman kepada mereka. Lembaga keuangan formal menganggap jaminan yang
diberikan oleh pengusaha kecil tidak layak. Hal ini dikarenakan keadaan
produksi sering kali beresiko dan tidak stabil sehingga dapat berakibat pada
kegagalan pelunasan kredit. Lembaga keuangan formal atau komersial lebih
cenderung menyalurkan kredit kepada perusahaan yang berskala besar dan beresiko
rendah. Hal ini terjadi karena adanya pengendalian tingkat bunga dan pemberian
pinjaman oleh perantara-perantara keuangan di kebanyakan negara yang sedang
berkembang. Ketika lembaga keuangan formal atau komersial menyalurkan kredit ke
pengusaha kecil maka intensif yang diterima tidak besar. Hal ini dikarenakan
biaya administrasi dan prosedural yang dikeluarkan tidak sebanding dengan nilai
kredit yang diberikan.[4]
Masalah
akses dalam memperoleh pinjaman semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa
usaha-usaha kecil dikelola oleh orang-orang yang hanya mendapatkan pendidikan
dasar selama beberapa tahun saja. Ada kemungkinan bahwa orang-orang dengan
tingkat pendidikan seperti itu tidak memiliki keberanian untuk meminta bantuan
keuangan kepada lembaga pemberi pinjaman. Jika faktor kurangnya pendidikan
tersebut tetap ada, maka akses untuk memperoleh pinjaman bagi pengusaha kecil
berpendapatan rendah perlu ditingkatkan.[5]
Sama halnya dengan para pelaku UMKM yang berada di
Kabupaten Kuantan Singingi, khususnya di Kota Teluk Kuantan. Mereka sulit berhubungan
dengan perbankan disebabkan karna sulitnya memperoleh pinjaman untuk memulai
dan mengembangkan usaha yang ada. Adapun Faktor penyebabnya tidak lain ialah
karena tidak memenuhi syarat sebagai peminjam, yaitu tidak memiliki agunan (collateral) dan pendapatan yang tidak
pasti.
Masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi yang mayoritas
beragama Islam sudah seharusnya mulai meninggalkan praktik bunga (riba) yang
jelas-jelas diharamkan dalam Al-Quran, dengan bermuamalah secara benar dan
mengikuti aturan dalam syariat Islam. Tidak terkecuali para Pelaku UMKM yang
melakukan kegiatan usahanya di area Pasar Rakyat, sebagian dari mereka masih
melakukan transaksi menggunakan jasa perbankan (konvensional), bahkan tidak
sedikit dari mereka adalah nasabah perbankan (konvensional).
Hadirnya bank syariah di tengah masyarakat Kabupaten
Kuantan Singingi membawa angin segar bagi para pelaku usaha khususnya di Kota
Teluk Kuantan. Karena bank syariah memberikan kemudahan dalam pemberian
pinjaman yang sesuai dengan prinsip syariah dan sangat menguntungkan terutama
bagi para pelaku Usaha Kecil dan Menengah.
Ekonomi
syariah sangat sesuai untuk bisnis yang mempunyai ketidak pastian tinggi dan
keterbatasan informasi pasar. Oleh
karena itu berbagai dukungan untuk mendekatkan UMKM dengan perbankan syariah
adalah sangat penting dan salah satu strateginya adalah bagaimana kita mampu
menjalin keterpaduan sistem keuangan syariah. Sistem bagi hasil justru
menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Dilihat dari
pelakunya sistem perbankan syariah memberikan keyakinan lain akan terjaminnya
keamanan batin mereka. Hal yang terakhir ini sudah barang tentu memperkuat
tingkat pengharapan dan keyakinan mereka akan keberhasilan usahanya.
Namun dilihat dari kenyataannya, masyarakat Kota Teluk
Kuantan khususnya para pelaku UMKM yang berada di Pasar Rakyat Teluk Kuantan
belum sepenuhnya memahami sistem dan praktik bank syariah sehingga banyak dari
mereka masih enggan untuk bermitra dengan perbankan syariah, baik itu
menitipkan dananya maupun dalam hal pembiayaan. Masih
banyak masyarakat awam yang beranggapan bahwa menabung di bank syariah sama
saja dengan menabung di bank konvensional. Hal ini bisa dilihat dari lambannya
pertumbuhan perbankan syariah, kendati potensinya sangat besar mengingat
sebagian besar masyarakat Kuantan Singingi beragama islam.
Dari observasi awal yang dilakukan, penulis
mewawancarai beberapa narasumber dari 241
orang yang merupakan pelaku UMKM di Pasar Rakyat.
Informasi yang penulis dapatkan yaitu terdapat perbedaan pendapat mengenai
perbankan syariah. Diantaranya Ibu Farhanis (40), beliau membuka usaha kios
bajunya dengan modal sendiri tanpa meminjam dari bank. Karena menurut informasi
yang beliau terima sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank syariah,
disebabkan terlalu banyaknya syarat-syarat yang harus dipenuhi.[6] Kemudian
penulis juga mewawancari seorang pedagang aksesoris yaitu Bapak Safrizal (45).
Beliau merupakan nasabah bank BRI sampai saat ini, dia berpendapat bahwa
pembiayaan bank konvensional lebih menguntungkan karena bunga pinjamannya yang
rendah.[7] Selain
itu penulis juga mewawancarai Bapak Marwan (65), seorang pedagang buku yang
merupakan nasabah (menabung) di Bank
Syariah Mandiri. Beliau
mengatakan bahwa Ia hanya mengetahui
produk-produk tabungan yang ada di bank tersebut dan tidak mengetahui produk-produk dan jenis pembiayaan
yang ada di bank syariah. [8]
Dari hasil wawancara tersebut penulis menduga bahwa
berbagai pendapat mengenai bank syariah di teluk kuantan disebabkan karena
kurangnya pemahaman masyarakat khususnya para pelaku UMKM di Pasar Rakyat
terhadap bank syariah. Kemungkinan hal ini disebabkan kurangnya sosialisi dari
pihak perbankan mengenai sistem syariah yang dianut oleh bank syariah, baik
itu dari segi operasional, nama-nama dan
manfaat produk, serta jenis dan lain-lainnya. Namun, perlu adanya penelitian
lebih lanjut mengenai hal ini. Penelitian ini dikhususkan bagi pelaku UMKM Pasar
Rakyat di Teluk Kuantan tentang bagaimana persepsi mereka terhadap bank syariah
dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Untuk itu penulis melakukan
penelitian dengan mengangkat judul: “Persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan Terhadap
Bank Syariah”.
B.
Permasalahan
1.
Identifikasi
Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka
pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
a.
Masih minimnya pengetahuan
dan pemahaman pelaku UMKM terhadap bank syariah entah itu nama-nama produk,
jenis dll.
b.
Anggapan masyarakat
bahwa tidak ada bedanya antara bank dengan sistem syariah maupun konvensional.
c.
Masyarakat Teluk
Kuantan masih banyak yang menggunakan jasa perbankan konvensional yang dianggap
lebih menguntungkan dibandingkan dengan bank syariah yang tergolong baru bagi
masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi.
d.
Lambannya
perkembangan bank syariah yang beroperasi di Kota Teluk Kuantan kendati
potensinya sangat besar mengingat mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
2. Batasan Masalah
Agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan rencana dan
tidak menyimpang maka permasalahan dibatasi pada:
a. Persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap
bank syariah.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Pelaku UMKM Pasar
Rakyat terhadap bank syariah.
3. Rumusan
Masalah
Untuk
memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
a.
Bagaimana persepsi Pelaku
UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap bank syariah?
b.
Apa saja
faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap
bank syariah?
C.
Alasan
Pemilihan Judul
1. Masalah yang dikaji dalam penelitian ini merupakan masalah yang sesuai dengan
bidang ilmu penulis, yaitu pada Program Studi Perbankan Syariah.
2. Sepengetahuan penulis, masalah ini belum pernah di
teliti.
3. Penulis mempunyai kemampuan untuk melakukan
penelitian baik dari segi pikiran, waktu, tenaga maupun dana.
D.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan dari
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Untuk
mengetahui persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap bank
syariah.
b.
Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat terhadap perbankan syariah.
2.
Kegunaan
Penelitian
a. Untuk menambah wawasan penulis dalam
hal ini karena sesuai jurusan penulis di Fakultas Tarbiyah
dan keguruan Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS).
b. Bagi bank syariah, untuk mengetahui pemahaman masyarakat
dan Pelaku UMKM di Teluk Kuantan terhadap perbankan syariah.
c. Untuk memberikan
sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perusahaan dalam mengevaluasi atau
memperbaiki kinerjanya.
d. Untuk melengkapi persyaratan dalam
menyelesaikan studi Strata Satu (S1) Program Studi Perbankan Syariah di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Kuantan Singingi
(UNIKS).
e. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumentasi
ilmiah yang bermanfaat untuk kegiatan akademik bagi peneliti sendiri dan bagi
pihak fakultas.
f. Bagi pihak
lain Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya yang meneliti
tentang objek yang sama atau yang
berkaitan dengan persepsi pelaku usaha terhadap perbankan syariah masa mendatang.
E.
Penegasan
Istilah
1.
Persepsi adalah proses
individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna
terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang
merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.[9]
2.
UMKM adalah peluang
usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang
memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur oleh Undang-Undang.[10]
3.
Pasar Rakyat Teluk
Kuantan adalah salah satu pasar tradisional yang berada di tengah-tengah kota
yang merupakan pusat perekonomian masyarakat Kota Teluk Kuantan dan sekitarnya.
4. Bank Syariah menurut UU No. 21 Tahun 2008 merupakan bank yang menjalankan
aktivitas usahanya dengan menggunakan landasan prinsip-prinsip syariah yang
terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah),
dan UUS (Unit Usaha Syariah).[11]
Jadi,
maksud dari judul penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya persepsi, sikap dan tanggapan para Pelaku UMKM Pasar Rakyat
terhadap bank syariah.
F.
Kajian
Teoritis
1.
Pengertian
Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya
sensasi dimana sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi
yang menggembirakan. Sensasi juga dapat didefenisikan sebagai tanggapan yang
cepat dari indra penerima kita terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna,
dan suara. Dengan adanya itu semua, persepsi akan timbul.[12]
Adapun pengertian persepsi menurut para ahli diantaranya,
menurut Purwodarminto pengertian persepsi adalah tanggapan
langsung dari suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal
melalui pengindraan. Sedangkan dalam kamus besar psikologi, persepsi
diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan
menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala
sesuatu yang ada dilingkungannya.[13]
Menurut
Asrori pengertian persepsi
adalah proses individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan
memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu
itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman. Dalam pengertian persepsi tersebut terdapat dua unsur penting yakni interprestasi
dan pengorganisasian. Interprestasi merupakan upaya pemahaman dari individu
terhadap informasi yang diperolehnya. Sedangkan perorganisasian adalah proses
mengelola informasi tertentu agar memiliki makna.[14]
Menurut
Sarlito Wirawan Sarwono, pengertian Persepsi adalah kemampuan
seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara
lain: kemampuan untuk membedakan, kema mpuan untuk mengelompokan, dan
kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena itu seseorang bisa saja
memiliki persepsi yang
berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya
perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang
bersangkutan.[15]
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, penulis
menyimpulkan bahwa yang dimaksud persepsi adalah proses menerima, membedakan,
dan memberi arti terhadap stimulus yang diterima alat indra, sehingga dapat
memberi kesimpulan dan menafsirkan terhadap objek tertentu yang diamatinya.
2.
Proses Terbentuknya Persepsi
Persepsi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui suatu
proses. Walgito menyatakan bahwa terbentuknya persepsi melalui suatu proses, dimana secara alur proses persepsi dapat dikemukakan sebagai
berikut: berawal dari objek yang menimbulkan rangsangan dan rangsangan tesebut
mengenai alat indra atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman
(fisik). Kemudian rangsangan yang diterima oleh alat indra dilanjutkan oleh
syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Selanjutnya
terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu rangsangan
yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak/pusat kesadaran itulah
dinamakan dengan proses psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari
tentang apa yang diterima melalui alat indra (reseptor).
Persepsi merupakan bagian dari seluruh proses yang
menghasilkan respon atau tanggapan yang dimana setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subprosesnya adalah pengenalan, perasaan, dan
penalaran. persepsi dan kognisi
diperlukan dalam semua kegiatan psikologis. Rasa dan nalar bukan merupakan bagian yang perlu dari
setiap situasi rangsangan-tanggapan, sekalipun kebanyakan tanggapan individu
yang sadar dan bebas terhadap satu rangsangan, dianggap dipengaruhi oleh
akal atau emosi atau kedua-duanya. Dalam proses
persepsi, terdapat tiga komponan
utama berikut:
a.
Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap
rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
b.
Interprestasi, yaitu proses
mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang.
Interprestasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu,
sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interprestasi
juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang kompleks menjadi sarjana.
c.
Interpretasi dan persepsi kemudian ditrjemahkan dalam
bentuk tingkah laku sebagai rekasi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interprestasi, dan pembulatan
terhadap informasi yang sampai.[16]
3. Jenis-Jenis Persepsi
Menurut Irwanto, setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek
yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.
Persepsi Positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu
tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya
pemanfaatannya.
b.
Persepsi Negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu
tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek
yang dipersepsi.
Dapat dikatakan bahwa persepsi
itu baik yang positif maupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang
dalam melakukan suatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun
persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu
menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi.[17]
4.
Defenisi UMKM
Definisi UMKM yang disampaikan berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementerian Negara Koperasi dan Usaha
Kecil Menengah (Menegkop dan UMKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil
(UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai dan
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp
1.000.000.000.[18]
Menurut Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil dan Menengah,
usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha
perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang, yaitu sebagai berikut:
a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.
50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
c. Memiliki jumlah tenaga kerja dibawah 5 orang.
Usaha Kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c. Memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang.
Usaha Menengah adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau
hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp
500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha.
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp
2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c. Memiliki jumlah tenaga kerja 20 sampai 99 orang.[19]
5.
Kriteria UMKM
Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2008 kriteria UMKM dibagi menjadi:
a.
Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 300.000.000.
b.
Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp
500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan memiliki hasil penjualan tahunan
lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000.
c.
Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp.
10.000.000.000 tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp
50.000.000.000.[20]
6.
Klasifikasi UMKM
a. Live good Activities,
merupakan UMKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah,
yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki
lima
b. Micro Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat
kewirausahaan
c. Small Dynamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima
pekerjaan subkontrak dan ekspor.
d. Fast Moving Enterprise, merupakam UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan
transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
7.
Pengertian Bank Syariah
Menurut Undang-Undang
Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah) bank
syariah adalah bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat
syariah.[22]
Menurut Muhammad Syafi’i, bank syariah adalah
bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam
kegiatannya dapat memberikan atau tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Dalam menjalankan aktifitasnya, bank syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut :
a. Prinsip Keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan
atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama
antar bank dengan nasabah.
b. Prinsip Kesederajatan
Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpan
dana, nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan
sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko dan keuntungan yang
berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.
c. Prinsip Ketentraman
Produk-produk bank Syariah telah sesuai
dengan prinsip dan kaidah Muamalah Islam, antara lain tidak adanya unsur riba
serta penerapan zakat harta.[23]
8.
Karakteristik Bank
Syariah
Prinsip syariah dalam pengelolaan harta menekankan pada
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus
dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan investasi yang merupakan
landasan aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Tidak setiap orang mampu secara
langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan keuntungan oleh karena
itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menghubungkan masyarakat pemilik
dana dengan pengusaha yang memerlukan dana (pengelola dana).[24]
Salah satu lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah.
Bank syariah adalah bank yang berdasarkan pada asas
kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan usaha
perbankan dengan prinsip syariah, kegiatan bank syariah merupakan implementasi
dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik sebagai berikut:[25]
a.
Pelarangan riba
dalam berbagai bentuknya
b.
Tidak mengenal
konsep nilai waktu dari uang
c.
Konsep uang sebagai
alat tukar bukan sebagai komuditas
d.
Tidak diperkenankan
melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
e.
Tidak diperkenenkan
menggunakan dua harga untuk satu barang
f.
Tidak diperkenankan
dua transaksi dalam satu akad
9.
Perbedaan
Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank
konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama
dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang
digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara
bank konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi,
usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.[26]
a.
Akad dan Aspek
Legalitas
Akad
yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi
karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Nasabah seringkali
berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu
hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian
tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap
akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun
ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.
b.
Lembaga Penyelesaian
Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan
antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan
konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya
di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi
syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau
berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase
Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan
Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
c. Struktur
Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang
sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi
unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah
keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional
bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan
pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank, hal ini untuk menjamin
efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah.
Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu
mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
d. Bisnis
dan Usaha yang dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank
syariah, tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank
syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan.
Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan dan tidak semua proyek atau
objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai
dengan kaidah-kaidah syariah.
e. Lingkungan
dan Budaya Kerja
Sebuah
bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah.
Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus
melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang
baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (fathanah), dan
mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh
fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punishment,
diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.
G.
Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan penelitian
dari hasil penelitian yang terdahulu yang diperlukan untuk mempertajam
penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan penulis mempunyai
relevansi dengan beberapa penelitian terdahulu, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Dian Arie mahasiswa UIN Raden Fatah dengan judul “Persepsi Masyarakat Muslim Terhadap
Perbankan Syariah di Kelurahan Mangga Besar Kota Prabumulih”. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang perbankan syariah di Kota
Prabumulih Kelurahan Mangga Besar dapat dikategorikan baik karena masyarakat
yang ada di Kelurahan Mangga Besar telah mengenal bank syariah begitupun dengan
pelayanan dan sarana yang diberikan oleh Bank Syariah cukup baik, akan tetapi masih
banyak yang ragu-ragu mengenai sistem bagi hasilnya disebabkan kurangnya
pemahaman masyarakat tentang sistem bagi hasil yang diterapkan oleh Bank
Syariah, entah itu mengenai nama-nama produk, jenis dll.[27]
Penelitian yang dilakukan
oleh Elly Nur Rohmah mahasiswi IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Respon
Masyarakat Muslim Mengenai Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus Respon Kyai dan Masyarakat Pada Lembaga Keuangan Syariah di
Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal)”. Respon masyarakat tentang Lembaga
Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal secara umum dapat
dikategorikan baik, akan tetapi masih banyak yang ragu-ragu mengenai sistem
bagi hasilnya disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang Lembaga
Keuangan Syariah, entah itu mengenai nama-nama produk, jenis dll.
Hal ini menyebabkan tidak
berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu. Hanya 1 dari 4
lembaga yang penulis teliti yang dapat berkembang dengan baik. Namun sangat
disayangkan bahwa 1 di antara 4 Lembaga Keuangan Syariah tersebut masih
menggunakan sitem konvensional yang mengedepankan pada sistem bunga.[28]
Kemudian penelitian yang
dilakukan oleh Anteng Ayu Rahayu mahasiswi Fakultas
Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang
berjudul “Persepsi
Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Terhadap Atribut Produk Bank Syariah di Kelurahan
Jemur Wonosari Surabaya”. Hasil penelitian menyimpulkan
bahwa pelaku UKM banyak yang belum mengetahui atribut produk bank syariah.
Pelaku UKM kebanyakan hanya mengetahui nama bank syariah saja tanpa mengetahui
bahwa di dalam bank syariah terdapat produk bank syariah. Pelaku UKM mendapatkan
informasi dari TV, baliho, ataupun berinteraksi dengan orang-orang yang
mengerti produk bank syariah. Hasil yang terakhir adalah pelaku UKM yang tidak
mengetahui manfaat atribut produk bank syariah bagi usahanya karena mereka
tidak mengetahui atribut produk bank syariah dan hanya mengerti nama bank
syariah. Pelaku UKM lebih mengetahui atribut produk bank konvensional dari pada
bank syariah, karena mereka sudah mengenal bank konvensional terlebih dahulu,
dibandingkan dengan bank syariah beserta atribut.[29]
Berdasarkan dari ketiga
penelitian terdahulu diatas terdapat persamaan dengan penelitian yang akan
peneliti lakukan yaitu meneliti perbankan syariah, untuk perbedaan dari
penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu wilayah penelitian yang berbeda dengan
kedua penelitian tersebut.
Dapat disimpulkan dari
penelitian terdahulu bahwa masyarakat yang mengetahui perbankan syariah
disetiap daerah tersebut masih sangat minim, karena masyarakat tersebut
beranggapan bahwa bank konvensional juga memberikan keuntungan (laba) kepada
masyarakat setempat, sehingga mereka masih banyak yang menggunakan jasa bank
konvensional.
H.
Metode
Penelitian
1.
Lokasi dan waktu penelitian
a. Lokasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pasar Rakyat Teluk
Kuantan.
b. Waktu
Penelitian ini membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 2 bulan.
2.
Subjek
dan objek penelitian
a. Subjek
Subjek penelitian ini adalah para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan.
Subjek penelitian ini adalah para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan.
b. Objek
Objek penelitian
ini adalah persepsi Pelaku UMKM terhadap perbankan
syariah.
3.
Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.[30] Populasi dalam
penelitian ini adalah para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan Kabupaten
Kuantan Singingi yang berjumlah 241 responden.[31]
b. Sampel
Penelitian
Sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti
tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karna
keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel
yang diambil dari populasi tersebut. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi
harus betul-betul representatif (mewakili).[32]Mengingat
keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka tidak memungkinkan untuk meneliti
semua populasi yang ada, sehingga dalam penelitian ini diambil sampelnya saja. Karena pelitian
ini merupakan Penelitian Deskriptif, jadi penulis akan mengambil sampel
sebanyak 20% dari total populasi yang ada. Sehingga jumlah sampel yang didapat
sebesar:
20% x 241 = 48,2 dibulatkan menjadi 48
sampel
Sedangkan
teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik Purposive
Sampling,
yaitu sampel ditentukan dengan cara memilih siapa saja yang ditemui pada saat
penelitian atau pengumpulan data berlangsung sesuai dengan waktu yang
ditentukan oleh peneliti sampai memenuhi jumlah sampel.
I.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk
memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan
teknik sebagai berikut:
1.
Observasi
Observasi
adalah pengamatan atau pencatatan secara otomatis terhadap fakta yang nampak dalam objek penelitian. Maksudnya untuk
mengamati langsung tentang persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat terhadap perbankan syariah.
2.
Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh
informasi dari terwawancara. Sedangkan yang penulis wawancarai yaitu pihak-pihak yang terkait dalam penetian ini yakni para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan.
3.
Angket
Angket adalah menyebarkan sejumlah
pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden penelitian ini. Responden dalam
penelitian ini yaitu para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan untuk
mengetahui bagaimana persepsinya terhadap perbankan syariah.
4.
Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen
rapat, legger, agenda, dan sebagainya.[33] Metode ini digunakan untuk mencari data yang berkaitan
dengan profil dan biodata mengenai para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan.
J.
Teknik
Analisis Data
Analisis data merupakan upaya
mencari dan menata secara sistematis serakan data yang terkumpul. Supaya data
yang tercecer mudah dipahami dan enak dinikmati sebagai temuan yang dirasakan
orang lain. Dalam melakukan analisis data peneliti akan menggunakan metode
deskriptif, yakni mendeskripsikan data yang diperoleh melalui sumber data
sekunder.
Karena penelitian ini
kualitatif maka disebut dengan penelitian Deskriptif Kualitatif. Dengan metode
kualitatif peneliti tidak hanya menggambarkan akan tetapi juga menjelaskan
tingkat status fenomena.[34]
K.
Sistematika
Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
B.
Permasalahan
C.
Alasan Pemilihan Judul
D. Tujuan
Dan Kegunaan Penelitian
E.
Kajian Teoritis dan Konsep
Operasional
F.
Metodologi Penelitian
G. Sistematika
Pembahasan
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian
Teoritis
B.
Penelitian Yang Relevan
C.
Defenisi Operasional
BAB
III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu
Dan Lokasi Penelitian
B.
Subjek Dan Objek
Penelitian
C.
Populasi Dan Sampel
D. Teknik
Pengumpulan Data
E.
Teknik Analisa Data
BAB
IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
A. Tinjauan
Umum Lokasi Penelitian
B.
Penyajian Data
C.
Analisis Data
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR
PUSTAKA
Anteng Ayu Rahayu, Persepsi
Pelaku Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) Terhadap Atribut Produk Bank Syariah di
Kelurahan Jemur Wonosari Surabaya (Skripsi), Universitas Islam Negri Sunan Ampel, Surabaya, 2015
Arsyad,
L. 2008. Lembaga Keuangan Mikro Institusi,
kinerja, dan sustainabilitas. Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
Bimo Walgito. 2005. Pengantar
Psikologi Umum Edisi Ke V. Surabaya: Bina Ilmu.
Dian Arie. 2016. Persepsi
Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah (Studi Pada Masyarakat Muslim Di
Kelurahan Mangga Besar Kota Prabumulih, Skripsi). Palembang: UIN Raden
Fatah.
Elly Nur Rohmah. 2010. Respon Masyarakat Muslim Mengenai Lembaga
Keuangan Syariah (Studi
Kasus Respon Kyai dan Masyarakat Pada Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan
Kaliwungu Kabupaten Kendal, Skripsi).
Semarang: IAIN Walisongo.
Etta Mamang Sangadji dkk. 2013. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Irwanto. 2002. Psikologi
Umum (Buku Panduan Mahasiswa). Jakarta: PT. Prenhallindo.
Mohammad Asrori.
2009. Psikologi Pembelajaran.
Bandung: CV Wacana Prima.
Muhamad. 2014. Menejemen Dana Bank Syariah. Jakarta:
Rajawali Pers.
Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syariah dari
Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani.
Partomo, T. dan A, Soerjodono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/ Menengah dan Koperasi,
Jakarta: Ghalia.
Purwadarminto. 2013. Kamus
Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Saifuddin Azwar. 2002. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sarlito Sarwono Wirawan. 2013.
Pengantar Umum Psikologi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2008. Metode
Penelitian Bisnis. Bandung:
Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktek. Edisi V. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tri Wismiarsi. 2008. Hambatan Ekspor
UMKM Indonesia. Jakarta: Kompas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008
tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah
Zainul Arifin. 1999. Memahami Bank Syariah-Lingkup, Peluang,Tantangan dan Prospek. Jakarta: Alvabet.
[1] Partomo, T. dan A, Soerjodono, Ekonomi
Skala Kecil/ Menengah dan Koperasi, Ghalia, Jakarta, 2004, hal. 36
[2]Tri
Wismiarsi, Hambatan Ekspor UMKM Indonesia,
Kompas, Jakarta, 2008, hal. 6
[3]Anteng Ayu
Rahayu, Persepsi Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Terhadap Atribut Produk Bank Syariah di Kelurahan Jemur Wonosari Surabaya (Skripsi), Universitas
Islam Negri Sunan Ampel, Surabaya, 2015, hal. 2
[4]Arsyad,
L, Lembaga Keuangan Mikro Institusi, kinerja, dan
sustainabilitas, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2008, hal. 14
[6] Wawancara
dengan Ibu Farhanis (52), pedagang kios baju Pasar Rakyat Teluk Kuantan, pada
tgl. 11 April 2017
[7] Wawancara
dengan Bpk. Safrizal (45), pedagang aksesoris Pasar Rakyat Teluk Kuantan, pada
tgl. 11 April 2017
[8] Wawancara
dengan Bpk. Marwan (65), pedagang toko buku “Serasi” Pasar Rakyat Teluk
Kuantan, pada tgl. 11 April 2017
[15] Sarlito Sarwono
Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal.
89
[17]Irwanto, Psikologi Umum (Buku Panduan Mahasiswa).
PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002, hal. 71
[23] Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Praktek, Gema
Insani, Jakarta
, 2001, hal. 7
[24] Muhamad, Menejemen
Dana Bank Syariah, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hal. 4
[25] Ikatan Akutansi Indonesia, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian
Laporan Keuangan Bank Syariah, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntansi Indonesia, Jakarta, 2012, hal. 1-2.
[27]Dian Arie, Persepsi Masyarakat Terhadap Perbankan
Syariah (Studi Pada Masyarakat Muslim Di Kelurahan Mangga Besar Kota
Prabumulih, Skripsi), UIN Raden Fatah, Palembang, 2016
[28] Elly Nur
Rohmah, Respon Masyarakat Muslim
Mengenai Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus Respon Kyai dan Masyarakat
Pada Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal, Skripsi), IAIN Walisongo, Semarang, 2010, hal. vii
[29] Anteng Ayu
Rahayu, Op.cit., hal. vii
[31]Data diambil
dari Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan Kabupaten Kuantan Singingi, hasil
wawancara dengan Romhy Suganda, salah satu pegawai DISKOPINDAG, Tanggal 16
Maret 2017
[34] Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian: Sebuah
Pendekatan Praktek, Rineka Cipta Edisi V, Jakarta, 2002, hal. 117
Komentar
Posting Komentar