Persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan Terhadap Bank Syariah


A.      Latar Belakang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering di sebut sebagai salah satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena UMKM mempunyai fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat dibanding dengan perusahaan skala besar.[1] UMKM di Indonesia yang terdiri dari berbagai sektor usaha turut memberikan kontribusi yang besar dalam penerimaan PDB. Selain itu, UMKM juga memiliki beberapa keunggulan diantaranya mampu mengangkat perekonomian rakyat sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan mampu menyerap tenaga kerja.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan UMKM berdasarkan jumlah tenaga kerja. Usaha yang memiliki 1-4 orang tenaga kerja dikelompokkan sebagai usaha mikro, 5-19 orang tenaga kerja sebagai usaha kecil, 20-99 orang tenaga kerja sebagai usaha menengah dan bila mencapai 100 orang tenaga kerja atau lebih digolongkan sebagai usaha besar.[2]
Definisi UMKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UMKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai dan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.
Meskipun data statistik menyebutkan bahwa jumlah UMKM di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ketahun, namun UMKM memiliki 4 permasalahan utama yang dapat menghambat perkembangannya. Keempat permasalahan tersebut adalah: pertama, kurangnya pengetahuan tentang teknologi produksi dan pengendalian mutu, kedua, kurangnya kemampuan pemasaran, ketiga, kurangnya pengetahuan manajemen dan terakhir, kurangnya akses ke pendanaan secara formal. Persoalan pembiayaan UMKM yang berlaku di bank konvensional selama ini adalah relatif tingginya tingkat suku bunga yang dibebankan serta penyerapan kredit UMKM yang belum maksimal. Salah satu alternatif terhadap persoalan diatas adalah pola pembiayaan UMKM dengan pola syariah.[3]
Ekonomi Islam berkembang dengan adanya lembaga keuangan Islam, ada bank dan non bank misinya mengerakan sektor riil. Salah satu jalan yang dipakai untuk melaksanakan sistem ekonomi Islam adalah dengan diberikannya kesempatan bagi pengelola bank dan masyarakat untuk melaksanakan sistem perbankan berdasarkan syariat Islam, yaitu sistem perbankan syariah. Sistem perbankan syariah merupakan solusi bagi umat Islam dalam menghadapi perbankan konvensional yang dijalankan selama ini.
Kurangnya akses pembiayaan merupakan hambatan utama bagi pertumbuhan dan pengembangan UMKM karena lembaga keuangan formal atau komersial ragu untuk mengucurkan pinjaman kepada mereka. Lembaga keuangan formal menganggap jaminan yang diberikan oleh pengusaha kecil tidak layak. Hal ini dikarenakan keadaan produksi sering kali beresiko dan tidak stabil sehingga dapat berakibat pada kegagalan pelunasan kredit. Lembaga keuangan formal atau komersial lebih cenderung menyalurkan kredit kepada perusahaan yang berskala besar dan beresiko rendah. Hal ini terjadi karena adanya pengendalian tingkat bunga dan pemberian pinjaman oleh perantara-perantara keuangan di kebanyakan negara yang sedang berkembang. Ketika lembaga keuangan formal atau komersial menyalurkan kredit ke pengusaha kecil maka intensif yang diterima tidak besar. Hal ini dikarenakan biaya administrasi dan prosedural yang dikeluarkan tidak sebanding dengan nilai kredit yang diberikan.[4]
Masalah akses dalam memperoleh pinjaman semakin diperburuk oleh kenyataan bahwa usaha-usaha kecil dikelola oleh orang-orang yang hanya mendapatkan pendidikan dasar selama beberapa tahun saja. Ada kemungkinan bahwa orang-orang dengan tingkat pendidikan seperti itu tidak memiliki keberanian untuk meminta bantuan keuangan kepada lembaga pemberi pinjaman. Jika faktor kurangnya pendidikan tersebut tetap ada, maka akses untuk memperoleh pinjaman bagi pengusaha kecil berpendapatan rendah perlu ditingkatkan.[5]
Sama halnya dengan para pelaku UMKM yang berada di Kabupaten Kuantan Singingi, khususnya di Kota Teluk Kuantan. Mereka sulit berhubungan dengan perbankan disebabkan karna sulitnya memperoleh pinjaman untuk memulai dan mengembangkan usaha yang ada. Adapun Faktor penyebabnya tidak lain ialah karena tidak memenuhi syarat sebagai peminjam, yaitu tidak memiliki agunan (collateral) dan pendapatan yang tidak pasti.
Masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi yang mayoritas beragama Islam sudah seharusnya mulai meninggalkan praktik bunga (riba) yang jelas-jelas diharamkan dalam Al-Quran, dengan bermuamalah secara benar dan mengikuti aturan dalam syariat Islam. Tidak terkecuali para Pelaku UMKM yang melakukan kegiatan usahanya di area Pasar Rakyat, sebagian dari mereka masih melakukan transaksi menggunakan jasa perbankan (konvensional), bahkan tidak sedikit dari mereka adalah nasabah perbankan (konvensional).
Hadirnya bank syariah di tengah masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi membawa angin segar bagi para pelaku usaha khususnya di Kota Teluk Kuantan. Karena bank syariah memberikan kemudahan dalam pemberian pinjaman yang sesuai dengan prinsip syariah dan sangat menguntungkan terutama bagi para pelaku Usaha Kecil dan Menengah.
Ekonomi syariah sangat sesuai untuk bisnis yang mempunyai ketidak pastian tinggi dan keterbatasan informasi pasar. Oleh karena itu berbagai dukungan untuk mendekatkan UMKM dengan perbankan syariah adalah sangat penting dan salah satu strateginya adalah bagaimana kita mampu menjalin keterpaduan sistem keuangan syariah. Sistem bagi hasil justru menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Dilihat dari pelakunya sistem perbankan syariah memberikan keyakinan lain akan terjaminnya keamanan batin mereka. Hal yang terakhir ini sudah barang tentu memperkuat tingkat pengharapan dan keyakinan mereka akan keberhasilan usahanya.
Namun dilihat dari kenyataannya, masyarakat Kota Teluk Kuantan khususnya para pelaku UMKM yang berada di Pasar Rakyat Teluk Kuantan belum sepenuhnya memahami sistem dan praktik bank syariah sehingga banyak dari mereka masih enggan untuk bermitra dengan perbankan syariah, baik itu menitipkan dananya maupun dalam hal pembiayaan. Masih banyak masyarakat awam yang beranggapan bahwa menabung di bank syariah sama saja dengan menabung di bank konvensional. Hal ini bisa dilihat dari lambannya pertumbuhan perbankan syariah, kendati potensinya sangat besar mengingat sebagian besar masyarakat Kuantan Singingi beragama islam.
Dari observasi awal yang dilakukan, penulis mewawancarai beberapa narasumber dari 241 orang yang merupakan pelaku UMKM di Pasar Rakyat. Informasi yang penulis dapatkan yaitu terdapat perbedaan pendapat mengenai perbankan syariah. Diantaranya Ibu Farhanis (40), beliau membuka usaha kios bajunya dengan modal sendiri tanpa meminjam dari bank. Karena menurut informasi yang beliau terima sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank syariah, disebabkan terlalu banyaknya syarat-syarat yang harus dipenuhi.[6] Kemudian penulis juga mewawancari seorang pedagang aksesoris yaitu Bapak Safrizal (45). Beliau merupakan nasabah bank BRI sampai saat ini, dia berpendapat bahwa pembiayaan bank konvensional lebih menguntungkan karena bunga pinjamannya yang rendah.[7] Selain itu penulis juga mewawancarai Bapak Marwan (65), seorang pedagang buku yang merupakan nasabah (menabung) di Bank Syariah Mandiri. Beliau mengatakan bahwa Ia hanya mengetahui produk-produk tabungan yang ada di bank tersebut dan tidak mengetahui produk-produk dan jenis pembiayaan yang ada di bank syariah. [8]
Dari hasil wawancara tersebut penulis menduga bahwa berbagai pendapat mengenai bank syariah di teluk kuantan disebabkan karena kurangnya pemahaman masyarakat khususnya para pelaku UMKM di Pasar Rakyat terhadap bank syariah. Kemungkinan hal ini disebabkan kurangnya sosialisi dari pihak perbankan mengenai sistem syariah yang dianut oleh bank syariah, baik itu  dari segi operasional, nama-nama dan manfaat produk, serta jenis dan lain-lainnya. Namun, perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hal ini. Penelitian ini dikhususkan bagi pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan tentang bagaimana persepsi mereka terhadap bank syariah dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya. Untuk itu penulis melakukan penelitian dengan mengangkat judul: Persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan Terhadap Bank Syariah”.



B.       Permasalahan
1.      Identifikasi Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
a.       Masih minimnya pengetahuan dan pemahaman pelaku UMKM terhadap bank syariah entah itu nama-nama produk, jenis dll.
b.      Anggapan masyarakat bahwa tidak ada bedanya antara bank dengan sistem syariah maupun konvensional.
c.       Masyarakat Teluk Kuantan masih banyak yang menggunakan jasa perbankan konvensional yang dianggap lebih menguntungkan dibandingkan dengan bank syariah yang tergolong baru bagi masyarakat Kabupaten Kuantan Singingi.
d.      Lambannya perkembangan bank syariah yang beroperasi di Kota Teluk Kuantan kendati potensinya sangat besar mengingat mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
2.      Batasan Masalah
Agar penelitian dapat berjalan sesuai dengan rencana dan tidak menyimpang maka permasalahan dibatasi pada:
a.       Persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap bank syariah.
b.      Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat terhadap bank syariah.

3.      Rumusan Masalah
Untuk memudahkan pelaksanaan penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
a.       Bagaimana persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap bank syariah?
b.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap bank syariah?

C.      Alasan Pemilihan Judul
1.      Masalah yang dikaji dalam penelitian ini merupakan masalah yang sesuai dengan bidang ilmu penulis, yaitu pada Program Studi Perbankan Syariah.
2.      Sepengetahuan penulis, masalah ini belum pernah di teliti.
3.      Penulis mempunyai kemampuan untuk melakukan penelitian baik dari segi pikiran, waktu, tenaga maupun dana.

D.      Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut :
a.       Untuk mengetahui persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat Teluk Kuantan terhadap bank syariah.
b.      Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat terhadap perbankan syariah.

2.      Kegunaan Penelitian
a.       Untuk menambah wawasan penulis dalam hal ini karena sesuai jurusan penulis di Fakultas Tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Kuantan Singingi (UNIKS).
b.      Bagi bank syariah, untuk mengetahui pemahaman masyarakat dan Pelaku UMKM di Teluk Kuantan terhadap perbankan syariah.
c.       Untuk memberikan sumbangan pemikiran yang bermanfaat bagi perusahaan dalam mengevaluasi atau memperbaiki kinerjanya.
d.      Untuk melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan studi Strata Satu (S1) Program Studi Perbankan Syariah di Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam  Kuantan Singingi (UNIKS).
e.       Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kegiatan akademik bagi peneliti sendiri dan bagi pihak fakultas.
f.       Bagi pihak lain Sebagai bahan referensi untuk penelitian berikutnya yang meneliti tentang  objek yang sama atau yang berkaitan dengan  persepsi pelaku usaha terhadap perbankan syariah masa mendatang.

E.       Penegasan Istilah
1.      Persepsi adalah proses individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman.[9]
2.      UMKM adalah peluang usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur oleh Undang-Undang.[10]
3.      Pasar Rakyat Teluk Kuantan adalah salah satu pasar tradisional yang berada di tengah-tengah kota yang merupakan pusat perekonomian masyarakat Kota Teluk Kuantan dan sekitarnya.
4.      Bank Syariah menurut UU No. 21 Tahun 2008 merupakan bank yang menjalankan aktivitas usahanya dengan menggunakan landasan prinsip-prinsip syariah yang terdiri dari BUS (Bank Umum Syariah), BPRS (Bank Perkreditan Rakyat Syariah), dan UUS (Unit Usaha Syariah).[11]
Jadi, maksud dari judul penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana sebenarnya persepsi, sikap dan tanggapan para Pelaku UMKM Pasar Rakyat terhadap bank syariah.

F.       Kajian Teoritis
1.      Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya sensasi dimana sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi juga dapat didefenisikan sebagai tanggapan yang cepat dari indra penerima kita terhadap stimuli dasar seperti cahaya, warna, dan suara. Dengan adanya itu semua, persepsi akan timbul.[12]
Adapun pengertian persepsi menurut para ahli diantaranya, menurut Purwodarminto pengertian persepsi adalah tanggapan langsung dari suatu serapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pengindraan. Sedangkan dalam kamus besar psikologi, persepsi diartikan sebagai suatu proses pengamatan seseorang terhadap lingkungan dengan menggunakan indra-indra yang dimiliki sehingga ia menjadi sadar akan segala sesuatu yang ada dilingkungannya.[13]
Menurut  Asrori pengertian persepsi adalah proses individu dalam menginterprestasikan, mengorganisasikan dan memberi makna terhadap stimulus yang berasal dari lingkungan di mana individu itu berada yang merupakan hasil dari proses belajar dan pengalaman. Dalam pengertian persepsi tersebut terdapat dua unsur penting yakni interprestasi dan pengorganisasian. Interprestasi merupakan upaya pemahaman dari individu terhadap informasi yang diperolehnya. Sedangkan perorganisasian adalah proses mengelola informasi tertentu agar memiliki makna.[14]
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, pengertian Persepsi adalah kemampuan seseorang untuk mengorganisir suatu pengamatan, kemampuan tersebut antara  lain: kemampuan untuk membedakan, kema mpuan untuk mengelompokan, dan kemampuan untuk memfokuskan. Oleh karena  itu seseorang bisa saja memiliki  persepsi yang berbeda, walaupun objeknya sama. Hal tersebut dimungkinkan karena adanya perbedaan dalam hal sistem nilai dan ciri kepribadian individu yang bersangkutan.[15]
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud persepsi adalah proses menerima, membedakan, dan memberi arti terhadap stimulus yang diterima alat indra, sehingga dapat memberi kesimpulan dan menafsirkan terhadap objek tertentu yang diamatinya.
2.      Proses Terbentuknya Persepsi
Persepsi tidak terjadi begitu saja, tetapi melalui suatu proses. Walgito menyatakan bahwa terbentuknya persepsi melalui suatu proses, dimana secara alur proses persepsi dapat dikemukakan sebagai berikut: berawal dari objek yang menimbulkan rangsangan dan rangsangan tesebut mengenai alat indra atau reseptor. Proses ini dinamakan proses kealaman (fisik). Kemudian rangsangan yang diterima oleh alat indra dilanjutkan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini dinamakan proses fisiologis. Selanjutnya terjadilah suatu proses di otak, sehingga individu dapat menyadari apa yang ia terima dengan reseptor itu, sebagai suatu rangsangan yang diterimanya. Proses yang terjadi dalam otak/pusat kesadaran itulah dinamakan dengan proses psikologis. Dengan demikian taraf terakhir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang apa yang diterima melalui alat indra (reseptor).
Persepsi merupakan bagian dari seluruh proses yang menghasilkan respon atau tanggapan yang dimana setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Subprosesnya adalah pengenalan, perasaan, dan penalaran. persepsi dan kognisi diperlukan dalam semua kegiatan psikologis. Rasa dan nalar bukan merupakan bagian yang perlu dari setiap situasi rangsangan-tanggapan, sekalipun kebanyakan tanggapan individu yang sadar dan  bebas terhadap satu rangsangan, dianggap dipengaruhi oleh akal atau emosi atau kedua-duanya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponan utama berikut:
a.       Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
b.      Interprestasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interprestasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan. Interprestasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang kompleks menjadi sarjana.
c.       Interpretasi dan persepsi kemudian ditrjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai rekasi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interprestasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.[16]
3.      Jenis-Jenis Persepsi
Menurut Irwanto, setelah individu melakukan interaksi dengan obyek-obyek yang dipersepsikan maka hasil persepsi dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a.       Persepsi Positif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang diteruskan dengan upaya pemanfaatannya.
b.      Persepsi Negatif. Persepsi yang menggambarkan segala pengetahuan (tahu tidaknya atau kenal tidaknya) dan tanggapan yang tidak selaras dengan obyek yang dipersepsi.
Dapat dikatakan bahwa persepsi itu baik yang positif maupun yang negatif akan selalu mempengaruhi diri seseorang dalam melakukan suatu tindakan. Dan munculnya suatu persepsi positif ataupun persepsi negatif semua itu tergantung pada bagaimana cara individu menggambarkan segala pengetahuannya tentang suatu obyek yang dipersepsi.[17]
4.      Defenisi UMKM
Definisi UMKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Menurut Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UMKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI), adalah entitas usaha yang mempunyai dan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000.[18]
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,Kecil dan Menengah, usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang, yaitu sebagai berikut:
a.       Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b.      Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
c.       Memiliki jumlah tenaga kerja dibawah 5 orang.
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
a.       Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b.      Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c.       Memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang.
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
a.       Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
b.      Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
c.       Memiliki jumlah tenaga kerja 20 sampai 99 orang.[19]
5.      Kriteria UMKM
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 kriteria UMKM dibagi menjadi:
a.       Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300.000.000.
b.      Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000.
c.       Usaha Menengah memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000 sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000.[20]
6.      Klasifikasi UMKM
Dalam perkembangannya, UMKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :[21]
a.       Live good Activities, merupakan UMKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
b.      Micro Enterprise, merupakan UMKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan
c.       Small Dynamic Enterprise, merupakan UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan  ekspor.
d.      Fast Moving Enterprise, merupakam UMKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
7.      Pengertian Bank Syariah
Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (UU Perbankan Syariah) bank syariah adalah bank yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah.[22]
Menurut Muhammad Syafi’i, bank syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya dapat memberikan atau tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dalam menjalankan aktifitasnya, bank syariah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut :
a.       Prinsip Keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan imbalan atas dasar bagi hasil dan pengambilan margin keuntungan yang disepakati bersama antar bank dengan nasabah.
b.      Prinsip Kesederajatan
Bank Syariah menempatkan nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank pada kedudukan yang sama dan sederajat. Hal ini tercermin dalam hak, kewajiban, resiko dan keuntungan yang berimbang antara nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dana maupun bank.
c.       Prinsip Ketentraman
Produk-produk bank Syariah telah sesuai dengan prinsip dan kaidah Muamalah Islam, antara lain tidak adanya unsur riba serta penerapan zakat harta.[23]
8.      Karakteristik Bank Syariah
Prinsip syariah dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan investasi yang merupakan landasan aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Tidak setiap orang mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan keuntungan oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menghubungkan masyarakat pemilik dana dengan pengusaha yang memerlukan dana (pengelola dana).[24] Salah satu lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.
Bank syariah adalah bank yang berdasarkan pada asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan usaha perbankan dengan prinsip syariah, kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan karakteristik sebagai berikut:[25]
a.       Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
b.      Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang
c.       Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komuditas
d.      Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif
e.       Tidak diperkenenkan menggunakan dua harga untuk satu barang
f.       Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad
9.      Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.[26]
a.       Akad dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.
b.      Lembaga Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
c.       Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank, hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
d.      Bisnis dan Usaha yang dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan dan tidak semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
e.       Lingkungan dan Budaya Kerja
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional (fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.



G.      Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan merupakan penelitian dari hasil penelitian yang terdahulu yang diperlukan untuk mempertajam penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan penulis mempunyai relevansi dengan beberapa penelitian terdahulu, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Dian Arie mahasiswa UIN Raden Fatah dengan judul “Persepsi Masyarakat Muslim Terhadap Perbankan Syariah di Kelurahan Mangga Besar Kota Prabumulih”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakat tentang perbankan syariah di Kota Prabumulih Kelurahan Mangga Besar dapat dikategorikan baik karena masyarakat yang ada di Kelurahan Mangga Besar telah mengenal bank syariah begitupun dengan pelayanan dan sarana yang diberikan oleh Bank Syariah cukup baik, akan tetapi masih banyak yang ragu-ragu mengenai sistem bagi hasilnya disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang sistem bagi hasil yang diterapkan oleh Bank Syariah, entah itu mengenai nama-nama produk, jenis dll.[27]
Penelitian yang dilakukan oleh Elly Nur Rohmah mahasiswi IAIN Walisongo Semarang dengan judul “Respon Masyarakat Muslim Mengenai Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus Respon Kyai dan Masyarakat Pada Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal)”. Respon masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal secara umum dapat dikategorikan baik, akan tetapi masih banyak yang ragu-ragu mengenai sistem bagi hasilnya disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat tentang Lembaga Keuangan Syariah, entah itu mengenai nama-nama produk, jenis dll.
Hal ini menyebabkan tidak berkembangnya Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu. Hanya 1 dari 4 lembaga yang penulis teliti yang dapat berkembang dengan baik. Namun sangat disayangkan bahwa 1 di antara 4 Lembaga Keuangan Syariah tersebut masih menggunakan sitem konvensional yang mengedepankan pada sistem bunga.[28]
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Anteng Ayu Rahayu mahasiswi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya yang berjudul “Persepsi Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Terhadap Atribut Produk Bank Syariah di Kelurahan Jemur Wonosari Surabaya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaku UKM banyak yang belum mengetahui atribut produk bank syariah. Pelaku UKM kebanyakan hanya mengetahui nama bank syariah saja tanpa mengetahui bahwa di dalam bank syariah terdapat produk bank syariah. Pelaku UKM mendapatkan informasi dari TV, baliho, ataupun berinteraksi dengan orang-orang yang mengerti produk bank syariah. Hasil yang terakhir adalah pelaku UKM yang tidak mengetahui manfaat atribut produk bank syariah bagi usahanya karena mereka tidak mengetahui atribut produk bank syariah dan hanya mengerti nama bank syariah. Pelaku UKM lebih mengetahui atribut produk bank konvensional dari pada bank syariah, karena mereka sudah mengenal bank konvensional terlebih dahulu, dibandingkan dengan bank syariah beserta atribut.[29]
Berdasarkan dari ketiga penelitian terdahulu diatas terdapat persamaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu meneliti perbankan syariah, untuk perbedaan dari penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu wilayah penelitian yang berbeda dengan kedua penelitian tersebut.
Dapat disimpulkan dari penelitian terdahulu bahwa masyarakat yang mengetahui perbankan syariah disetiap daerah tersebut masih sangat minim, karena masyarakat tersebut beranggapan bahwa bank konvensional juga memberikan keuntungan (laba) kepada masyarakat setempat, sehingga mereka masih banyak yang menggunakan jasa bank konvensional.

H.      Metode Penelitian
1.      Lokasi dan waktu penelitian
a.       Lokasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di Pasar Rakyat Teluk Kuantan.
b.      Waktu
Penelitian ini membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 2 bulan.
2.      Subjek dan objek penelitian
a.       Subjek
Subjek penelitian ini adalah
para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan.
b.      Objek
Objek penelitian ini adalah persepsi Pelaku UMKM terhadap perbankan syariah.
3.      Populasi dan Sampel
a.       Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.[30] Populasi dalam penelitian ini adalah para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan Kabupaten Kuantan Singingi yang berjumlah 241 responden.[31]
b.      Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karna keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili).[32]Mengingat keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, maka tidak memungkinkan untuk meneliti semua populasi yang ada, sehingga dalam penelitian ini diambil sampelnya saja. Karena pelitian ini merupakan Penelitian Deskriptif, jadi penulis akan mengambil sampel sebanyak 20% dari total populasi yang ada. Sehingga jumlah sampel yang didapat sebesar:
20% x 241 = 48,2 dibulatkan menjadi 48 sampel
Sedangkan teknik penarikan sampel yang digunakan adalah teknik Purposive Sampling, yaitu sampel ditentukan dengan cara memilih siapa saja yang ditemui pada saat penelitian atau pengumpulan data berlangsung sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh peneliti sampai memenuhi jumlah sampel.

I.         Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan teknik sebagai berikut:
1.      Observasi
Observasi adalah pengamatan atau pencatatan secara otomatis terhadap fakta yang nampak dalam objek penelitian. Maksudnya untuk mengamati langsung tentang persepsi Pelaku UMKM Pasar Rakyat terhadap perbankan syariah.
2.      Wawancara
Wawancara  adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari terwawancara. Sedangkan yang penulis wawancarai yaitu pihak-pihak yang terkait dalam penetian ini yakni para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan.
3.      Angket
Angket adalah menyebarkan sejumlah pertanyaan tertulis yang ditujukan kepada responden penelitian ini. Responden dalam penelitian ini yaitu para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan untuk mengetahui bagaimana persepsinya terhadap perbankan syariah.
4.      Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda, dan sebagainya.[33] Metode ini digunakan untuk mencari data yang berkaitan dengan profil dan biodata mengenai para Pelaku UMKM Pasar Rakyat di Teluk Kuantan.

J.        Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis serakan data yang terkumpul. Supaya data yang tercecer mudah dipahami dan enak dinikmati sebagai temuan yang dirasakan orang lain. Dalam melakukan analisis data peneliti akan menggunakan metode deskriptif, yakni mendeskripsikan data yang diperoleh melalui sumber data sekunder.
Karena penelitian ini kualitatif maka disebut dengan penelitian Deskriptif Kualitatif. Dengan metode kualitatif peneliti tidak hanya menggambarkan akan tetapi juga menjelaskan tingkat status fenomena.[34]

K.      Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
A.       Latar Belakang
B.        Permasalahan
C.        Alasan Pemilihan Judul
D.       Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
E.        Kajian Teoritis dan Konsep Operasional
F.         Metodologi Penelitian
G.       Sistematika Pembahasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.       Kajian Teoritis
B.        Penelitian Yang Relevan
C.        Defenisi Operasional
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A.       Waktu Dan Lokasi Penelitian
B.        Subjek Dan Objek Penelitian
C.        Populasi Dan Sampel
D.       Teknik Pengumpulan Data
E.        Teknik Analisa Data
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
A.       Tinjauan Umum Lokasi Penelitian
B.        Penyajian Data
C.        Analisis Data
BAB V PENUTUP
A.       Kesimpulan
B.        Saran















DAFTAR PUSTAKA

Anteng Ayu Rahayu, Persepsi Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Terhadap Atribut Produk Bank Syariah di Kelurahan Jemur Wonosari Surabaya (Skripsi), Universitas Islam Negri Sunan Ampel, Surabaya, 2015
Arsyad, L. 2008. Lembaga Keuangan Mikro Institusi, kinerja, dan sustainabilitas. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Bimo Walgito. 2005. Pengantar Psikologi Umum Edisi Ke V. Surabaya: Bina Ilmu.

Dian Arie. 2016. Persepsi Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah (Studi Pada Masyarakat Muslim Di Kelurahan Mangga Besar Kota Prabumulih, Skripsi). Palembang: UIN Raden Fatah.

Elly Nur Rohmah. 2010. Respon Masyarakat Muslim Mengenai Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus Respon Kyai dan Masyarakat Pada Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal, Skripsi). Semarang: IAIN Walisongo.
Etta Mamang Sangadji dkk. 2013. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Irwanto. 2002. Psikologi Umum (Buku Panduan Mahasiswa). Jakarta: PT. Prenhallindo.

Mohammad Asrori. 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Muhamad. 2014. Menejemen Dana Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad Syafi’i Antonio. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani.
Partomo, T. dan A, Soerjodono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/ Menengah dan Koperasi, Jakarta: Ghalia.
Purwadarminto. 2013. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Saifuddin Azwar. 2002. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sarlito Sarwono Wirawan. 2013. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktek. Edisi V. Jakarta: Rineka Cipta.
Tri Wismiarsi. 2008. Hambatan Ekspor UMKM Indonesia. Jakarta: Kompas.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah
Zainul Arifin. 1999. Memahami Bank Syariah-Lingkup, Peluang,Tantangan dan Prospek.  Jakarta: Alvabet.


[1] Partomo, T. dan A, Soerjodono, Ekonomi Skala Kecil/ Menengah dan Koperasi, Ghalia, Jakarta, 2004, hal. 36
[2]Tri Wismiarsi, Hambatan Ekspor UMKM Indonesia, Kompas, Jakarta, 2008, hal. 6
[3]Anteng Ayu Rahayu, Persepsi Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Terhadap Atribut Produk Bank Syariah di Kelurahan Jemur Wonosari Surabaya (Skripsi), Universitas Islam Negri Sunan Ampel, Surabaya, 2015, hal. 2
[4]Arsyad, L,  Lembaga Keuangan Mikro Institusi, kinerja, dan sustainabilitas, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2008, hal. 14
[5]Ibid., hal. 15
[6] Wawancara dengan Ibu Farhanis (52), pedagang kios baju Pasar Rakyat Teluk Kuantan, pada tgl. 11 April 2017
[7] Wawancara dengan Bpk. Safrizal (45), pedagang aksesoris Pasar Rakyat Teluk Kuantan, pada tgl. 11 April 2017
[8] Wawancara dengan Bpk. Marwan (65), pedagang toko buku “Serasi” Pasar Rakyat Teluk Kuantan, pada tgl. 11 April 2017
[9] Mohammad Asrori, Psikologi Pembelajaran, CV. Wacana Prima, Bandung, 2009, hal. 214
[10] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
[11] Undang-Undang  Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah
[12] Etta Mamang Sangadji dkk, Perilaku Konsumen, CV. Andi Offset, Yogyakarta, 2013, hal. 53
[13] Purwadarminto,  Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2013, hal. 759
[14] Mohammad Asrori, Op.cit., hal. 214
[15] Sarlito Sarwono Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hal. 89
[16] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, Bina Ilmu Cet. Ke 5, Surabaya, 2005, hal. 54
[17]Irwanto, Psikologi Umum (Buku Panduan Mahasiswa). PT. Prenhallindo, Jakarta, 2002, hal. 71
[18] Anteng Ayu Rahayu, Loc.cit
[19] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah
[20] Ibid.,
[21] Partomo, T. dan A, Soerjodono, Op.cit., hal. 67
[22] Pasal 1 angka 7 Undang -Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
[23] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Gema Insani, Jakarta , 2001, hal. 7
[24] Muhamad, Menejemen Dana Bank Syariah, Rajawali Pers, Jakarta, 2014, hal. 4
[25] Ikatan Akutansi Indonesia, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah, Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntansi Indonesia, Jakarta, 2012, hal. 1-2.
[26] Muhammad Syafi’i Antonio, Op.cit., hal. 34
[27]Dian Arie, Persepsi Masyarakat Terhadap Perbankan Syariah (Studi Pada Masyarakat Muslim Di Kelurahan Mangga Besar Kota Prabumulih, Skripsi), UIN Raden Fatah, Palembang, 2016
[28] Elly Nur Rohmah, Respon Masyarakat Muslim Mengenai Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus Respon Kyai dan Masyarakat Pada Lembaga Keuangan Syariah di Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal, Skripsi), IAIN Walisongo, Semarang, 2010, hal. vii
[29] Anteng Ayu Rahayu, Op.cit., hal. vii
                [30]Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung, 2008, hal. 115
[31]Data diambil dari Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan Kabupaten Kuantan Singingi, hasil wawancara dengan Romhy Suganda, salah satu pegawai DISKOPINDAG, Tanggal 16 Maret 2017
                [32]Sugiyono, Op.cit.,  hal. 116
[33] Saifuddin Azwar, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,  2002, hal. 206
[34] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Sebuah Pendekatan Praktek, Rineka Cipta Edisi V, Jakarta, 2002, hal. 117

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengetahuan Konsumen (Consumer Knowledge) Mengenai Perbankan Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Keputusan Menjadi Nasabah pada Bank Riau Kepri Syariah KCP Teluk Kuantan